Konflik di Timur Tengah bukan sekadar peperangan lokal atau perseteruan dua pihak. Ia adalah rangkaian panjang strategi geopolitik global yang sudah dirancang lebih dari seabad lalu. Banyak analis, aktivis, dan pengamat internasional menilai bahwa kehadiran Israel di kawasan tersebut bukan hanya proyek politik biasa, tetapi benteng peradaban Barat untuk mempertahankan dominasi globalnya.
Beberapa tokoh aktivis dan akademisi memaparkan bagaimana konflik di Palestina dan Timur Tengah tidak bisa dilepaskan dari sejarah kolonialisme Eropa, pergeseran kekuatan global, serta ambisi geopolitik yang masih berlangsung hingga hari ini.
Berikut empat taktik utama yang diyakini menjadi fondasi strategi Israel menjaga pengaruhnya di kawasan.
1. Memecah Kekuatan Arab Asia dan Arab Afrika
Salah satu fungsi utama pendirian negara Israel adalah memutus kontinuitas geopolitik antara Arab Asia (Levant, Teluk, Suriah, Yordania) dan Arab Afrika (Mesir, Libya, Sudan, Maghrib).
Wilayah Palestina dipilih karena posisinya adalah titik temu dua blok besar ini. Dengan hadirnya entitas asing di tengah-tengahnya, integrasi politik kawasan terhambat—sebuah “belahan strategis” yang hingga kini berdampak sangat luas.
Di masa kolonial abad 19–20, kekuatan Eropa menyadari satu hal: dunia Islam memiliki potensi besar untuk bangkit karena kesatuan bahasa, agama, dan wilayahnya. Maka, memecah kawasan itu dianggap sebagai langkah paling efektif untuk menjaga dominasi Barat.
2. Menjaga Timur Tengah Tetap Bergejolak
“Jangan biarkan kawasan itu stabil.”
Ini adalah kesimpulan yang sering muncul dalam analisis geopolitik terkait Israel dan kepentingan Barat. Stabilitas akan melahirkan perdamaian; perdamaian akan melahirkan persatuan; dan persatuan akan melahirkan kekuatan baru.
Maka tidak mengherankan bila banyak konflik regional—Sudan, Suriah, Lebanon, Mesir—selalu memiliki jejak keterlibatan kekuatan eksternal. Instabilitas ini bekerja seperti mesin politik yang menjaga agar kebangkitan Timur Tengah tidak pernah benar-benar terjadi.
3. Mengontrol Arah Sumber Daya Alam Timur Tengah
Minyak, gas, dan sumber daya vital lainnya adalah alasan mengapa kawasan ini selalu menjadi arena perebutan kepentingan global.
Dengan menanamkan sebuah “pos penyangga” dalam bentuk negara yang sejalan dengan kepentingan Barat, aliran sumber daya—baik energi maupun mineral strategis—bisa diarahkan tetap menuju Eropa dan AS.
Poin menarik dari dokumen:
– Banyak negara Timur Tengah justru tidak stabil listriknya, meskipun dikelilingi sumber energi.
– Konflik membuat mereka tidak mampu mengelola sumber dayanya secara mandiri.
Inilah bentuk kolonialisme modern: tidak lagi memakai bendera invasi, tetapi melalui penguasaan struktur politik, ekonomi, dan geostrategi.
4. Memastikan Pemerintah Timur Tengah Tunduk pada Sistem Barat
Taktik keempat adalah pembentukan pemerintahan yang loyal atau minimal tidak bertentangan dengan agenda geopolitik Barat.
Bantuan militer, tekanan ekonomi, mekanisme veto di PBB, hingga dukungan kelompok-kelompok tertentu di dalam negeri digunakan untuk menjaga agar pemerintahan Timur Tengah tetap berjalan sesuai pakem tersebut.
Tidak mengherankan jika setiap pemerintahan yang mencoba mengambil jalur independen sering kali menghadapi tekanan, isolasi, atau bahkan konflik internal.
Proyek Depopulasi & Demografi: Pertarungan Sunyi yang Tidak Terlihat
Bagian menarik lainnya dari dokumen yang Anda unggah adalah pembahasan tentang “perang demografi”.
Di Gaza, misalnya, angka kelahiran jauh melampaui angka kematian meski berada dalam kondisi perang. Ini membuat Israel menyatakan bahwa mereka kalah dalam “perang populasi” sehingga menarik diri dari Gaza pada 2005.
Ada pula isu lain seperti pengiriman alat kontrasepsi ke Gaza oleh Amerika Serikat, yang disebut tidak untuk bantuan kemanusiaan, melainkan strategi pengendalian populasi.
Ini menunjukkan bahwa konflik hari ini bukan lagi sekadar soal wilayah atau ideologi—tetapi juga soal angka kelahiran, masa depan sebuah bangsa, dan keberlangsungan generasi berikutnya.
Budaya: Medan Perebutan yang Tak Kalah Penting
Dokumen juga menyoroti bagaimana dominasi budaya Barat menjadi alat penjajahan paling halus.
Ketika sumber-sumber ilmu Islam dihancurkan pada masa lalu, ketika jurnal ilmiah dunia didominasi perspektif Barat, dan ketika pusat-pusat rujukan budaya dunia—fashion, film, seni—semuanya mengarah ke Eropa, maka masyarakat global tanpa sadar menjadikan Barat sebagai standar peradaban.
Inilah cara penjajahan yang paling sunyi, tetapi paling kuat:
membentuk cara kita berfikir.
Penutup: Membaca Pola untuk Memahami Dunia
Tulisan ini hanya mengambil sebagian kecil dari pembahasan panjang dalam dokumen. Namun benang merahnya jelas: konflik Palestina dan turbulensi Timur Tengah bukanlah peristiwa acak, tetapi bagian dari strategi geopolitik global yang sudah berlangsung lebih dari 100 tahun.
Mengetahui hal ini bukan untuk menambah pesimisme, tetapi justru agar kita memahami peta permainan—dan tidak lagi menjadi korban narasi yang dikendalikan pihak luar.
Kesadaran adalah langkah pertama menuju perubahan
sumber: https://youtu.be/b_P4XTJG0_c
