Israel Panik Setelah Gagal Bentuk Pasukan Internasional: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Isu Gaza memang mulai jarang muncul di linimasa. Dunia tampaknya lelah mengikuti konflik yang tak kunjung usai. Namun justru di saat perhatian publik menurun, dinamika geopolitik di belakang layar semakin dramatis—dan Israel kini berada dalam posisi yang tidak nyaman.

Salah satu pemicunya adalah gagal totalnya rencana pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional yang digagas Amerika Serikat. Rencana besar yang semula diharapkan menjadi “solusi” pascaperang, ternyata karam sebelum berlayar.

Apa sebenarnya yang terjadi?


Pasukan Internasional Mandek, Israel Cemas

Media Israel Yediot Ahronot mengungkapkan bahwa Amerika Serikat kesulitan besar membentuk pasukan internasional yang rencananya akan dikerahkan ke Gaza.

Sederet masalah muncul:

1. Tidak ada negara yang benar-benar bersedia

Beberapa negara yang awalnya tertarik kini justru mundur. Bahkan Azerbaijan—yang memiliki hubungan dekat dengan Israel—membekukan partisipasinya setelah mendapat tekanan dari Turki.

2. Mandat pasukan dianggap “jebakan”

Tugas pasukan internasional bukan untuk menjaga perdamaian, tetapi untuk melucuti senjata pejuang Palestina, sementara militer Israel justru tidak tersentuh.

Banyak negara menilai mandat ini tidak adil dan sangat politis.

3. Tanpa pasukan internasional, beban kembali ke Israel

Ini yang membuat Israel panik.

Mereka berharap pasukan internasional bisa menjadi “tameng” untuk menekan Hamas tanpa Israel harus turun langsung. Kini, dengan rencana itu gagal, Israel harus menghadapi kenyataan bahwa:

  • kekuatan militernya melemah,
  • moral pasukan turun,
  • legitimasi internasional merosot,
  • dan tekanan hukum internasional semakin besar.

Turki dan Qatar Mulai Mengisi Kekosongan

Ketika negara-negara lain mundur, Turki dan Qatar justru melangkah maju, melakukan koordinasi diplomatik di Mesir.

Bagi Israel, ini kabar buruk.
Turki adalah negara dengan kekuatan militer yang terus meningkat—terutama dalam teknologi drone. Qatar memiliki pengaruh diplomatik besar di kawasan.

Keterlibatan dua negara ini bisa:

  • mengubah peta kekuatan,
  • mempersempit ruang manuver Israel,
  • dan memperkuat posisi Palestina dalam perundingan.

Tidak heran jika Israel memperlihatkan tanda-tanda kegelisahan.


Indonesia Memilih Berhati-Hati

Indonesia termasuk negara yang menolak ikut-ikutan terburu-buru.

Pemerintah menegaskan bahwa TNI tidak akan berangkat ke Gaza sebelum:

  • mandat pasukan internasional jelas,
  • tugas dan batas kewenangannya transparan,
  • serta tidak ada skenario di mana tentara Indonesia dijadikan alat politik kekuatan besar.

Sikap ini mendapat apresiasi banyak pihak karena menghindarkan Indonesia dari kemungkinan diseret ke dalam agenda geopolitik yang tidak adil.


Tamparan untuk Israel: Rahasia Militernya Bocor Lewat Medsos

Di tengah kebuntuan pasukan internasional, Israel mendapat pukulan lain. Investigasi menunjukkan bahwa:

selama lima tahun sebelum 7 Oktober, Hamas berhasil memantau dan mengumpulkan data intelijen dari postingan media sosial prajurit Israel.

Akibatnya, militer Israel kini menerapkan sistem AI bernama Morpheus untuk memonitor akun 170.000 prajurit.
Langkah ini menunjukkan betapa parahnya kelalaian digital tentara Israel, dan bagaimana Hamas mampu memanfaatkan celah yang selama ini tak disadari.


Gencatan Senjata yang Hanya Nama

Di atas kertas ada “gencatan senjata”, tetapi realitas mengatakan sebaliknya:

  • ratusan warga Gaza tewas setelah deklarasi,
  • ratusan pelanggaran dilakukan Israel,
  • dan perundingan masih penuh ketidakjelasan.

Mediator seperti Mesir, Qatar, dan Turki kini mendapat tekanan besar untuk memastikan Israel benar-benar menghentikan serangan.


Kesimpulan: Israel Krusial, Dunia Muslim Bangkit

Dari gagalnya pasukan internasional, meningkatnya peran Turki–Qatar, hingga bocornya data intelijen, semua menunjukkan bahwa:

Israel sedang menghadapi krisis multi-level: politik, militer, moral, dan internasional.

Sementara itu, dunia Muslim justru mulai menunjukkan pengaruh baru—baik melalui diplomasi, kekuatan militer, maupun solidaritas publik.

Perubahan besar sedang terjadi di Timur Tengah.