Konflik di Timur Tengah terus menunjukkan dinamika yang rumit, terutama setelah meningkatnya ketegangan antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina. Dua isu penting belakangan ini menyoroti arah perkembangan situasi, yakni sikap tegas Turki terhadap Israel serta dugaan manipulasi video keberhasilan operasi militer oleh Israel Defense Forces (IDF).
Turki dan Sikap Keras terhadap Israel
Turki memperlihatkan langkah-langkah nyata dalam menentang agresi Israel di Gaza. Setelah sebelumnya memutus hubungan dagang senilai 7 miliar dolar AS pada Mei 2024, kini pemerintah Turki melarang kapal yang memiliki kaitan dengan Israel untuk bersandar di pelabuhan-pelabuhan Turki. Kebijakan ini juga berlaku untuk kapal berbendera Turki yang menuju Israel.
Keputusan tersebut lahir dari tekanan kuat masyarakat sipil, kelompok Islam, dan oposisi di dalam negeri yang mendesak pemerintah menunjukkan sikap lebih tegas. Presiden Erdogan sendiri sejak awal operasi militer Israel di Gaza menyebut Israel sebagai “negara teroris” dan menuduh Barat mendukung pembantaian terhadap rakyat Palestina. Dengan langkah embargo dan pelarangan pelabuhan ini, hubungan Turki–Israel kian meruncing, bahkan dikhawatirkan dapat berujung pada konflik terbuka.
Manipulasi Video Militer Israel
Di sisi lain, Israel tengah menghadapi kritik serius akibat dugaan manipulasi bukti visual dalam operasi militernya. IDF merilis sebuah video berdurasi 23 detik yang menampilkan seolah-olah pasukan Israel berhasil menewaskan sejumlah pejuang Palestina di Khan Younis. Namun, seorang whistleblower Israel bernama Or Vialkov membocorkan rekaman lengkap berdurasi lebih dari 1,5 menit yang memperlihatkan kenyataan berbeda.
Dalam video asli, delapan pejuang Palestina terlihat mundur dengan tenang ke arah terowongan tanpa adanya intervensi pasukan Israel. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa IDF sengaja memotong dan menyunting rekaman untuk membesar-besarkan klaim keberhasilan operasi mereka.
Kritik terhadap Klaim IDF
Vialkov dan sejumlah analis menilai klaim Israel sering kali dilebih-lebihkan. Misalnya, IDF menyatakan telah menguasai 70% wilayah Gaza, namun analisis independen menyebut hanya sekitar 60%. Israel juga mengklaim berhasil menewaskan 2.000 anggota Hamas sejak Maret, namun angka tersebut dianggap meragukan karena tidak sejalan dengan kondisi di lapangan.
Selain itu, IDF kerap dituding mengecilkan jumlah korban dari pihaknya sendiri sambil membesar-besarkan korban dari pihak lawan. Kebocoran video asli ini sekaligus memperlihatkan adanya perpecahan internal di Israel, di mana sebagian angkatan bersenjata dan masyarakat mulai muak dengan kebijakan militer yang dianggap menimbulkan genosida.
Penutup
Dua perkembangan ini menunjukkan bahwa konflik di Timur Tengah bukan hanya soal pertempuran di medan perang, melainkan juga perang narasi dan diplomasi. Turki mencoba menegaskan posisinya melalui embargo ekonomi dan kebijakan pelabuhan, sementara Israel diduga berusaha mengendalikan opini publik lewat manipulasi informasi. Situasi ini memperlihatkan betapa kompleksnya pertarungan politik, militer, dan media dalam konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.