Hamas Terima Proposal Gencatan Senjata dari Qatar dan Mesir: Bola Panas di Tangan Israel
Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada 18 Agustus 2025 menyatakan menerima proposal gencatan senjata yang diajukan oleh mediator Qatar dan Mesir. Langkah ini menjadi kejutan besar di tengah eskalasi konflik Gaza, sebab selama ini Israel membangun narasi bahwa Hamas selalu menolak gencatan senjata.
Isi Proposal Gencatan Senjata
Proposal yang ditawarkan mencakup beberapa poin penting:
- Penghentian operasi militer Israel selama dua bulan.
- Pertukaran tahanan dan sandera:
- 10 sandera Israel ditukar dengan 140 tahanan Palestina seumur hidup, termasuk kemungkinan tokoh populer Marwan Barghouti.
- 60 tahanan dengan vonis lebih dari 15 tahun juga akan dibebaskan.
- Pembebasan seluruh anak-anak dan perempuan Palestina yang ditahan, termasuk pasca agresi ke Gaza.
- Pertukaran jenazah: 18 jenazah Israel akan ditukar dengan puluhan jenazah Palestina.
- Penarikan sebagian pasukan Israel ke perbatasan Gaza untuk memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan.
- Tidak ada poin melucuti senjata Hamas dan tidak ada relokasi paksa warga Gaza – dua isu yang selama ini ditakuti oleh masyarakat Palestina.
Dampak Politik
Keputusan Hamas ini menempatkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam posisi sulit.
- Selama ini ia membangun opini publik bahwa Hamas enggan berdamai, tetapi kini narasi itu terpatahkan.
- Tekanan datang dari dalam negeri Israel, di mana ratusan ribu warga berdemonstrasi menuntut gencatan senjata demi keselamatan keluarga sandera.
- Israel kini harus memilih: menerima gencatan senjata atau menghadapi tekanan internasional yang semakin besar.
Peran Mesir, Qatar, dan Turki
Keterlibatan langsung Presiden Mesir Abdul Fattah Al-Sisi dan Perdana Menteri Qatar Syekh Muhammad bin Abdurrahman menandakan betapa seriusnya mediasi ini. Turki disebut-sebut berperan sebagai penjamin, khususnya di pihak pejuang Palestina.
Mesir sendiri mendapat banyak kecaman dunia internasional karena dianggap pasif membuka akses bantuan melalui Rafah. Tekanan inilah yang mendorong Sisi turun langsung.
Situasi Kemanusiaan
Di tengah negosiasi, Indonesia turut menyalurkan 80 ton bantuan kemanusiaan lewat mekanisme airdrop pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan HUT RI ke-80. Bantuan ini bagian dari total 800 ton logistik yang akan dikirimkan.
Namun, metode airdrop menuai pro-kontra karena berisiko jatuh di area yang salah, bahkan menimbulkan korban jiwa. Meski begitu, banyak negara lebih memilih jalur udara karena khawatir bantuan yang masuk lewat darat akan ditahan atau disortir Israel.
Kesimpulan
Penerimaan proposal gencatan senjata oleh Hamas adalah langkah strategis yang cerdas. Selain untuk menghentikan penderitaan rakyat Gaza, keputusan ini juga membalik narasi Israel di hadapan dunia internasional. Kini, keputusan ada di tangan Israel: apakah memilih mengakhiri agresi atau terus mempertaruhkan posisi politik dan citra internasional yang semakin runtuh.